Paranormal berdatangan, juga orang-orang yang penasaran dengan kisah hantu.
Gedung tua peninggalan Belanda itu berdiri tegak di dekat Bundaran Tugu Muda.
Di jantung Kota Semarang, Jawa Tengah. Bergaya art deco, penampilannya kokoh, eksotis, dan mencolok -- dengan dua menara kembar menjulang, jendela tinggi dan besar yang berjajar, serta barisan pintu-pintu. Orang menyebutnya Lawang Sewu yang secara harfiah berarti 'seribu pintu' -- meski nyatanya pintu yang ada tak sampai seribu. Dibangun tahun 1904 sampai 1907, awalnya, gedung ini dipakai sebagai kantor jawatan kereta api Belanda, Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS.
Setelah Jepang bercokol di Indonesia pada 1942, gedung ini diambil alih. Ruang bawah tanah gedung yang difungsikan sebagai saluran pembuangan air, sebagian diubah jadi penjara bawah tanah yang sarat cerita penyiksaan tahanan. Lawang Sewu juga jadi saksi sejarah Pertempuran lima hari di Semarang yang menewaskan ribuan jiwa di sekitar bangunan itu.
Setelah kemerdekaan ia berganti fungsi menjadi kantor Djawatan Kereta Api Indonesia (DKARI) atau sekarang PT Kereta Api Indonesia. Selain itu pernah dipakai sebagai Kantor Badan Prasarana Komando Daerah Militer (Kodam IV/Diponegoro) dan Kantor Wilayah (Kanwil) Departemen Perhubungan Jawa Tengah hingga tahun 1994. Setelah itu, sempat beredar isu akan diubah jadi hotel, Lawang Sewu malah kemudian dibiarkan kosong, tak terurus. Kemudian, bukan cerita soal keindahan bangunan dan sejarahnya yang menonjol. Tapi justru keangkerannya.
Kondisi gedung yang gelap, bocor di sana-sini, dan tak berpenghuni memancarkan aroma mistis. Cerita kuntilanak, genderuwo, hantu-hantu lain -- apapun namanya -- menyebar dari situs ini. Paranormal berdatangan, juga orang- orang yang penasaran dengan kisah hantunya.
Tayangan mistis 'uji nyali' berbagai stasiun televisi memanfaatkannya sebagai setting -- menguatkan reputasi keangkeran Lawang Sewu. Juga film horor, semisal 'Lawang Sewu: Dendam Kuntilanak" yang dibesut di sini. Namun, kini Lawang Sewu telah dibenahi, dipugar, dan tak lagi dibiarkan kosong. Gedung ini akan dijadikan pusat kerajinan Indonesia di Jawa Tengah. Menjadi cagar budaya, ikon Jawa Tengah, yang juga diharapkan jadi destinasi wisata internasional.
Pada Selasa 5 Juli 2011, Lawang Sewu resmi dibuka oleh Ani Yudhoyono. Ibu negara berharap, pemugaran dapat menghilangkan kesan mistis yang terlanjur melekat selama bertahun- tahun. "Dengan adanya pemugaran ini diharapkan Lawang Sewu tidak terkesan seram, angker dan kusam. Karena Lawang Sewu juga merupakan salah satu cagar budaya yang wajib kita lindungi," kata Ani Yudhoyono di Semarang, Selasa 5 Juli 2011.
Butuh biaya besar untuk mendandani Lawang Sewu. Sebesar Rp12 miliar untuk tahap pertama dan Rp3,9 miliar untuk tahap kedua.
Sementara, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, mengatakan, usai dipugar cagar budaya ini harus mempunyai manfaat bagi kesejahteraan rakyat. "Bangunan ini harus bermanfaat, selain manfaat kebangaan atas nilai sejarah yang tinggi, juga ke depan Lawang Sewu merupakan salah satu destinasi wisata unggulan," ujar Jero, yakin.
Di jantung Kota Semarang, Jawa Tengah. Bergaya art deco, penampilannya kokoh, eksotis, dan mencolok -- dengan dua menara kembar menjulang, jendela tinggi dan besar yang berjajar, serta barisan pintu-pintu. Orang menyebutnya Lawang Sewu yang secara harfiah berarti 'seribu pintu' -- meski nyatanya pintu yang ada tak sampai seribu. Dibangun tahun 1904 sampai 1907, awalnya, gedung ini dipakai sebagai kantor jawatan kereta api Belanda, Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS.
Setelah Jepang bercokol di Indonesia pada 1942, gedung ini diambil alih. Ruang bawah tanah gedung yang difungsikan sebagai saluran pembuangan air, sebagian diubah jadi penjara bawah tanah yang sarat cerita penyiksaan tahanan. Lawang Sewu juga jadi saksi sejarah Pertempuran lima hari di Semarang yang menewaskan ribuan jiwa di sekitar bangunan itu.
Setelah kemerdekaan ia berganti fungsi menjadi kantor Djawatan Kereta Api Indonesia (DKARI) atau sekarang PT Kereta Api Indonesia. Selain itu pernah dipakai sebagai Kantor Badan Prasarana Komando Daerah Militer (Kodam IV/Diponegoro) dan Kantor Wilayah (Kanwil) Departemen Perhubungan Jawa Tengah hingga tahun 1994. Setelah itu, sempat beredar isu akan diubah jadi hotel, Lawang Sewu malah kemudian dibiarkan kosong, tak terurus. Kemudian, bukan cerita soal keindahan bangunan dan sejarahnya yang menonjol. Tapi justru keangkerannya.
Kondisi gedung yang gelap, bocor di sana-sini, dan tak berpenghuni memancarkan aroma mistis. Cerita kuntilanak, genderuwo, hantu-hantu lain -- apapun namanya -- menyebar dari situs ini. Paranormal berdatangan, juga orang- orang yang penasaran dengan kisah hantunya.
Tayangan mistis 'uji nyali' berbagai stasiun televisi memanfaatkannya sebagai setting -- menguatkan reputasi keangkeran Lawang Sewu. Juga film horor, semisal 'Lawang Sewu: Dendam Kuntilanak" yang dibesut di sini. Namun, kini Lawang Sewu telah dibenahi, dipugar, dan tak lagi dibiarkan kosong. Gedung ini akan dijadikan pusat kerajinan Indonesia di Jawa Tengah. Menjadi cagar budaya, ikon Jawa Tengah, yang juga diharapkan jadi destinasi wisata internasional.
Pada Selasa 5 Juli 2011, Lawang Sewu resmi dibuka oleh Ani Yudhoyono. Ibu negara berharap, pemugaran dapat menghilangkan kesan mistis yang terlanjur melekat selama bertahun- tahun. "Dengan adanya pemugaran ini diharapkan Lawang Sewu tidak terkesan seram, angker dan kusam. Karena Lawang Sewu juga merupakan salah satu cagar budaya yang wajib kita lindungi," kata Ani Yudhoyono di Semarang, Selasa 5 Juli 2011.
Butuh biaya besar untuk mendandani Lawang Sewu. Sebesar Rp12 miliar untuk tahap pertama dan Rp3,9 miliar untuk tahap kedua.
Sementara, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, mengatakan, usai dipugar cagar budaya ini harus mempunyai manfaat bagi kesejahteraan rakyat. "Bangunan ini harus bermanfaat, selain manfaat kebangaan atas nilai sejarah yang tinggi, juga ke depan Lawang Sewu merupakan salah satu destinasi wisata unggulan," ujar Jero, yakin.